Mamuju Tengah, IndigoNews | Konflik tambang pasir di Mamuju Tengah, Sulawesi Barat, kembali memanas setelah seorang warga penolak tambang menjadi korban kekerasan menggunakan senjata tajam. Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) Nasional menilai Gubernur Sulawesi Barat, Suhardi Duka, sebagai pihak yang paling bertanggung jawab atas peristiwa ini.
Dalam keterangan tertulis ke Media IndigoNews, Juru Kampanye JATAM Nasional, Alfarhat Kasman, menyebut bahwa ketidaktegasan Gubernur dalam menangani konflik tersebut telah memperburuk situasi di lapangan.
“Pemerintah Sulawesi Barat sama sekali tidak menunjukkan keberpihakannya kepada warga yang berjuang menjaga ruang pangan mereka dari ancaman eksploitasi tambang pasir,” kata Alfarhat.
Alih-alih melindungi warga, lanjut Alfarhat, Pemerintah Provinsi Sulbar dinilai justru berpihak pada kepentingan perusahaan tambang. Hingga saat ini, izin operasi perusahaan tetap tidak dicabut, meski terdapat berbagai pelanggaran seperti minimnya partisipasi warga, kurangnya keterbukaan informasi, serta potensi daya rusak terhadap lingkungan yang memicu penolakan luas dari masyarakat.
Sebelumnya, dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) antara warga, perusahaan, dan DPRD Sulawesi Barat beberapa bulan lalu, disepakati penghentian operasi PT ASR. Namun, menurut Alfarhat, kesepakatan tersebut diabaikan.
“Beberapa kali perusahaan melakukan uji coba alat penyedot pasir di Muara Sungai Karossa, menunjukkan sikap tidak hormat terhadap keputusan DPRD sebagai lembaga perwakilan rakyat,” tambahnya.
Pewarta IndigoNews : Wahyu Ananda
No comments yet.